MUHAMMAD YUSUF SERAN
MENDAPAT HIDAYAH MELALUI MIMPI
Oleh Afriza Hanifa
Gofridus Goris Seran. Begitulah nama asli pria calon pastor
asal Kupang tersebut. Ia mengubah namanya dengan mengambil dua nama Nabi dan
rasul sekitar 20 tahun silam, saat ia memeluk agama Islam. “Saya ingat betul
saat itu 29 November 1992, saat saya sedang kuliah pascasarjana di UI Salemba.
Sejak kecil, seran rupanya telah dipersiapkan oleh orang
tuanya untuk menjadi pastor Katholik. Tak heran, ia yang merupakan salah
seorang pejabat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bogor menempuh
pendidikan sejolah dasar hingga menengah atas di seminarium, sekolah pencetak
para pastor.
Layaknya pesantren yang mencetak para dai atau ustaz,
pendidikan di seminarium membutuhkan
waktu empat tahun dengan setahun persiapan. Matapelajaran umum tetap diajarkan
di sekolah khusus ini. Setiap tahun harus melalui ujian, baik ujian umum maupun
ujian agama. Jika lulus dalam ujian agama, lulusannya dianggap faqih dalam
agama dan dapat menjadi juru dakwah.
Seran Kecil juga sangat menyukai lantunan azan yang
disiarkan radio ataupun televise. Di daerah asalnya, Timor Timur, atau tempat
tinggalnya, Kupang, azan bukanlah sesuatu yang dapat didengar setiap saat. Hal
itu lantaran tidak ada masjid disana. Disekolah Katholik, ia pun mengambil pelajaran Islamologi.
Meski saat itu ia belum berislam, Seran sudah mengenal islam dari sisi ilmu
budaya. Bisa jadi, inilah langkah kcilnya untuk memulai perjalanan panjangnya
menuju agama rahmatan lil alamin tersebut.
Meski tak lulus ujian seminari, yayasan katholik pemilik
sekolah memberikan beasiswa sarjana karena melihat kecerdasan Seran. Ia pun
melnjutkan pendidikan, tetapi bukan untuk mendalami teologi, melainkan ilmu
pemerintahan. Meraih gelar sarjana, seran kembali mendapat beasiswa untuk
menempuh pendidikan jenjang magister.
“Saya mendaftar S-2 di UI dan UGM. Dua duanya diterima, tapi
saya memilih UI. Padahal, kebanyakan pemuda dari tempat kita memilih UGM. Entah
mengapa saya memilih UI. Jika tidak memilih Jakarta, mungkin cerita saya akan
berbeda.”
SEBUAH MIMPI
Pindah ke Ibu Kota membentasngkan jalan kehidupan baru bagi
Seran. Satu hal yang membuatnya girang, ia dapat mendengar azan lima kali
sehari, secara langsung tanpa melalui radio maupun televisi “Tak tahu mengapa,
saya merasa terhanyut sedih setiap mendengar azan. Bahkan, saya sering kali
menangis tersedu-sedu sendiri dikamar kos di Salemba saat mendengar azan,”
katanya tersipu
Hingga suatu hari, lewat tengah malam, Seran bermimpi. Ia
seakan dibawa kesuatu tempat yang sangat gelap, benar-benar gelap shingga tak
mampu melihat apa pun. Kemudian, muncul sebuah titik cahaya dari sebuah tempat.
Cahaya tersebut lambat laum makin besar. Dari cahaya itu, muncuk sesosok tubuh
berjubah, tetapi tidak terlihat rupa wajahnya. Sosok tersebut kemudian
menghampirinya. Sesaat kemudian, Seran terbangun. Ia terdiam dengan perasaan
penuh Tanya. Mimpi itu begitu sangat nyata.
Pagi harinya Seran menemui ibu kos dan menceritakan
memipinya. Ibu kos yang beragama Islam itu pun menjawab,”kamu sudah dekat,
Nak.” Sran semakin bertanya-tanya, pertanda apakah ini? Apanya yang sudah
dekat?
Sejak itu, Seran terus memikirkan mimpinya. Ia pun coba
bertanya kepada sejumlah orang terkait mimpi itu. Akhirnya Seran, meyakini
lokasi munculnya cahaya dalam mimpinya adalah Ka’bah, kiblat umat Islam.
Sebulan setalh mimpi itu, ia pun merasa mentap untuk menjadi Muslim.
“Pengalaman mimpi itu entah apa itu hidayah atau apa, tapi
dari situ akhirnya masuk Islam.Hari minggu tanggal 29, pagi-pagi saya ke Masjid
Agung Sunda Kelapa, kemudian mambaca syahadat.
Setelah menjdi Muslim, Seran giat mempelajari Islam, cara
beribadah, dan mengimami seluruh sendi rukun iman. Pada maret mendatang, ia
berniat mengajak keluarganya beribadah umrah. Ia ingin melihat langsung Ka’bah
yang ada didalam mimpinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar